Sabtu, 24 Agustus 2013

Ulama Tasawuf Bermasyarakat Tinggi

Ulama Tasawuf Bermasyarakat Tinggi

Namanya Abdusshamad bin Usman, biasa dipanggil Abu Tanjong Dalam karena dilaqabkan dengan nama desa tempat tinggal beliau. Ayahandanya bernama Usman bin banta dan ibundanya bernama Ti Adwah binti Makam. Dilahirkan di Matang Cut Baktia, Aceh Utara, pada 8 Maret 1931. Beliau merupakan salah seorang ulama kharismatik Aceh. Abu Abdusshamad wafat di Dayah Darul Aman, Langkahan, Aceh Utara, pada tanggal 30 Januari 2009 M bertepatan dengan 3 Shafar 1430 H.
Desa Tanjong Dalam Selatan adalah sebuah Desa yang terletak di pedalaman Kecamatan Tanah Jambo Aye (sekarang Kec. Langkahan) yang berajarak 18 km kearah selatan Ibu Kota Kecamatan. Selain jarak tempuhnya yang jauh, fasilitas sarana transportasi masih berupa jalan setapak dan kendaraan yang dapat ditemui hanyalah sepeda, itu pun bagi satu dua orang yang baru memilikinya.
Masa hidupnya dimanfaatkan untuk berdakwah, bertafakur, bermasyarakat dan mencari berbagai ilmu, diantaranya fikih, adab, nahwu, zuhud, tarekat hingga sya’ir. Mengenai sya’ir, beliau sering mempergunakannya sebagai pendekatan kepada masyarakat dalam menyebarkan ilmu-ilmu keagamaan. Ketika pertama kali Abu Abdusshamad melakukan syi’ar Islam di kemukiman Langkahan, kecamatan Jambo Aye (sebelum dimekarkan), beliau menemukan banyak hal yang dilakukan oleh masyarakat di kampung tersebut yang bertentangan dengan hukum agama. Dengan keadaan sosiologi masyarakat pada masa itu sekitar tahun 70-an masih banyak yang mempratekkan paham Animisme. Salah satu diantaranya adalah pada hari Rabu akhir bulan Shafar yang disebut dengan Rabu Abeh masih melakukan ritual kenduri Rabu Abeh (Tulak bala), yang diadakan di pinggir sungai dengan menghayutkan sesajen dalam teumalang (timba yang dibuat dari Pelapah pinang). Tulak bala ini dianggap oleh masyrakat setempat pada masa itu dapat menjauhkan berbagai macam bala dan dapat mendatangkan keberkahan, misalnya mendatangkan hasil panen yang banyak serta menjauhkan dari segala penyakit. Secara pelan-pelan Abu merubah kebiasaan acara ritual tersebut. Acara kenduri yang biasanya diadakan di pinggir sungai itu dipindahkan oleh Abu ke meunasah, dengan tujuan menarik orang untuk mau pergi ke meunasah. Begitu juga dengan sesajen yang dihanyutkan disungai, oleh Abu digantikan dengan menghidangkan makanan untuk anak yatim. Pada akhirnya pengaruh animisme tersebut dapat hilang sama sekali dari masyarakat.
Hal lain yang dirubah oleh Abu menurut hukum agama adalah mengenai ketentuan gala (jaminan). Pada saat itu, praktek gala memungkinkan pemberi hutang dapat memanfaatkan hasil dari jaminan yang berada dalam kekuasaannya. Padahal di dalam hukum Islam praktek seperti itu tidak diperbolehkan. Hal ini merupakan sesuatu yang sulit untuk dirubah karena sebagiannya sudah menjadi kebiasaan masyarakat di sana. Tetapi dengan keteguhan hati dan dengan pertolongan Allah SWT, maka beliau sedikit demi sedikit berhasil mengajak mereka menjalankan ajaran-ajaran Islam yang benar. Hal ini membuat beliau bertekad untuk merubah sosiologi masyarakat dengan mendirikan sebuah dayah di sana, yang merupakan dayah pertama di daerah Langkahan (Jambo Aye), yang merupakan cikal bakal Dayah Darul Aman Al- Waaliyyah. Selain Dayah, Beliau juga mendirikan lembaga pendidikan umum yaitu Sekolah Madrasah Ibtidaiyah swasta ( MIs ). Dengan berbagai cara beliau menggalang masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam mewujudkan cita dakwah Islamiyah. Hal lain yang ditempuh oleh Abu untuk merangkul masyarakat adalah dengan cara mendatangi setiap kampung untuk mengadakan majlis ta’lim pada malam hari. Dengan sikap Abu yang ramah dan sosial Abu cepat beradaptasi dan dikenal di kalangan masyarakat luas. Dengan berbagai macam keputusan hukum yang dikeluarkan serta tidak bertentangan dengan pemikiran masyarakat awam, Abu mendapat kepercayaan dari pihak pemerintahan Kecamatan untuk mengetuai berbagai kepanitiaan dalam menjalankan pembangunan di daerah kecamatan Langkahan. Misalnya panitia pendirian SD Inpres Tanjong Dalam Tahun 1982 dan panitia pendirian SMP 1 Langkahan.
Selain mendirikan lembaga pendidikan juga beliau membangun Masjid tempat menjalankan ibadah shalat berjama’ah dan shalat Jum’at. Masjid pertama kali dibangun diatas tanah waqaf dengan kontruksi kayu yang ada disekitar dengan ukuran 10 x 12 m3. Seiring dengan kemajuan zaman dan pertumbuhan penduduk yang padat, maka masjid yang pertama dibangun sudah tidak dapat menampung para jama’ah sehingga dilakukan beberapa kali pemugaran. Terakhir direnovasi pada tahun 2002 berkontruksi beton permanen dengan modal Rp, 2.000.000,- secara nalar mustahil untuk membangun sebuah masjid yang berukuran 15 x 15 m3 dan tingginya 7,50 m, tetapi dengan keyakinan yang kuat dan bertawakkal kepada Allah, Abu berhasil melaksanakan niatnya untuk membangun masjid. Masjid tersebut sekarang sudah selesai dibangun 20 persen dengan anggaran lebih kurang Rp, 500.000.000,-
Setelah Abu menamatkan sulok dan mendapat ijazah dari Abu Batee Lhee (Abu Muhammad Thaeb) Batee Lhee Lhoksukon Aceh Utara dan dari Abuya Professor Muhibbuddin Wali. Kemudian Abu diberi kepercayaan untuk membangun rumah sulok di Dayah Darul Aman, dan terus mengembangkan ke berbagai Desa dalam Kecamatan Langkahan dan sekitarnya, bahkan sampai ke Idi Aceh Timur. Alhamdulillah, sampai akhir hayatnya Beliau sudah berhasil membuka 12 cabang Bale Tawajoh.
Melalui sya’ir, beliau mengajak masyarakat untuk memasuki tarekat agar tercapai keseimbangan antara kehidupan duniawi dan Ukhrawi. Tarekat merupakan suatu hal yang menjadi kegemarannya hingga akhir hayatnya. Karena pada saat itulah segenap kehidupan seakan berhenti dengan hanya mengingat Allah SWT. Dalam hal ini beliau mengambil Tarekat Naqsyabandiah sebagai pegangan dalam menjalani kehidupan. Sambil menangis dan membaca syai’ir, beliau teringat kepada Rasulullah Muhammad SAW dan gurunya, Hadratusy Syech Maulana Muhammad ‘Muda’ Wali Al Khalidi.
Diantara sya’ir gubahan Abu Abdusshamad yang sering dibaca setiap selesai bertawajjuh, antara lain :
Shal lallahu ‘alan Nabi, Shal lallahu ‘alar Rasul
Shal lallahu ‘alal Habibi Nabi Muhammad Afzalil Rusul
Saidina ‘Umar ‘Usman ‘Ali Abu Bakar Sahabat Nabi
Siti Fatimah Binti Rasuli, Ya Rasulullah Junjungan Kami
Ya Maulana Ya Habibi, Neupreh Kamoe Bak Ulee Titi
Menyoe Han Neupreh Waya Habibi, Neulambe Kamoe Ngoen Tangan Kiri
Dengan Berkat Syech Muda Wali, Ulama Sufi Lagi Takwa
Makam Gopnyan Di Darussalam, Tapak Tuan Labuhan Haji
Dengan Berkat Syech Muda Wali, Keukamoe Neubri Hudep Sejahtra
Uroe Malam Dalam Qana’ah, Neubri Ya Allah Beu Ampon Dosa
Dengan Berkat Nabi Mustafa, Cita-Cita Neusampaikan
Neupeu Ampon Sigala Dausa Ibu Bapa Guree Sajan
Darul Aman Batee Meutabu, Tempat Teungku Menyembah Tuhan
Menyoe Rakan Meukeusud Makmu, Muraqabah Selalu Kepada Tuhan
Darul Aman Dayah Meutuah, Al Waaliyyah Melayu Raya
Menyoe Meukeusud Akhirat Bek Susuah,, Tamong Beu Bagah Thariqat Abuya
Shal lallahu ‘alan Nabi, Shal lallahu ‘alar Rasul
Shal lallahu ‘alal Habibi Nabi Muhammad Afzalil Rusul
Ciri khas Abu Abdusshamad dalam mengajar adalah kedisiplinannya dalam menghargai waktu. setiap hari beliau bangun jam tiga pagi untuk kemudian beribadah dan diselingi dengan membaca kitab sampai pukul 7-8 pagi. Ketika shubuh beliau berkeliling dayah untuk membangunkan para santri. Jika dilihatnya masih ada yang lalai dalam mengerjakan shalat shubuh, apalagi jika orang itu sudah alim, maka dengan serta merta beliau menegurnya dalam sebuah ungkapan “ka kaya ka kriet, ka malem ka maksiet” (sudah kaya jadi kikir, setelah alim masih suka maksiat). Hal ini semata-mata beliau lakukan untuk menanamkan kedisiplinan kepada para teungku yang belajar di dayahnya agar tidak terlalu memudah-mudahkan urusan kepada Sang Maha Pencipta.
Alm. Abu Abdusshamad (semoga Allah menghitung semua amal baiknya) ternyata juga seorang yang humoris. Ketika ditanyakan kepada para santri, mereka sering melihat beliau tertawa terkekeh-kekeh jika ada sesuatu yang dianggapnya lucu. Hal ini menghapuskan pandangan bahwa ulama zaman dahulu seperti Abu Abdusshamad adalah pribadi yang keras dan kaku.
Ada sebuah kejadian yang diceritakan oleh anak Alm. Abu Abdusshamad, Tgk Hamidi (sekarang meneruskan kepemimpinan dayah Darul Aman Al Waaliyyah). Pada suatu hari ketika diadakan kerja bakti pembangunan mesjid di dayah, Alm. melihat seorang anak kecil sedang bermain-main di tepi jalan di depan dayah Darul Aman. Tiba-tiba Alm. mengatakan : “aneuk nyan han jeut rayeuk” (anak itu tidak bisa besar) kepada teungku-teungku yang berada disitu. Pada saat itu tidak ada menanyakan maksud Alm. mengatakan hal keadaan tersebut. Tetapi kejadian luar biasa adalah dalam 2-3 bulan kemudian ternyata anak kecil itu (yang ternyata anak dari warga desa tersebut) telah meninggal dunia. Entah mengapa alm Abu Abdusshamad seakan-akan memberi sinyal bahwa anak itu tidak bisa besar, dan itu ternyata bukan persoalan kondisi fisiknya, tetapi karena anak kecil itu akan segera dipanggil oleh Allah SWT. Wallahu a’lam bis shawab.
Pukul 06.30 pagi, Almarhum Abu Abdusshamad dipanggil kembali keharibaan Allah SWT, tepatnya pada hari Jum’at, tanggal 30 Januari 2009 M/ 3 Shafar 1430 H yang dimakamkan dikomplek Dayah Darul Aman. Wafatnya beliau hanya berselang 1 minggu setelah pertemuannya dengan Abuya Prof. DR. Muhibbuddin Waly di dayahnya di Langkahan. Saat itu Tepatnya tanggal 19 Januari 2009 Abuya mengangkat dan melantik Beliau menjadi mursyid tarekat naqsyabandiah di hadapan ribuan masyarakat Langkahan, dikarenakan Alm. adalah ulama yang bermasyarakat dan dikarenakan pribadinya yang gigih dalam melakukan amar ma’ruf nahi munkar.[TF]